Sabtu, 28 Juli 2012

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.T DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENGLIATAN AKIBAT SKIZOFERNIA PARANOID DI RUANG MERPATI PSBL PALAMARTA KABUPATEN SUKABUMI

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.T DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENGLIATAN AKIBAT SKIZOFERNIA PARANOID DI RUANG MERPATI PSBL PALAMARTA KABUPATEN SUKABUMI
penyusun nama andi 08008 BAB I TINJAUAN TEORI 1. Konsep Dasar Skizoprenia 1. Skizoprenia a. Pengertian Skizoprenia dan Skizoprenia Paranoid 1) Skizoprenia Skizoprenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak, perubahan struktur kimia otak dan factor genetik ( Yosep, 2009 : 211 ) Skizoprenia atau psiktik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi seperti misalnya terdapat halusinasi, waham perilaku kacau dan aneh ( Keliat, 2011 : 58 ) Skizoprenia adalah salah satu gangguan mental yang disebut psikosis yang tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan beberapa gejala seperti waham, halusinasi, pembicaraan dan tingkahlaku yang kacau ( Setiadi, Iman, 2006 : 17 ) Berdasarkan beberapa pengertian dari berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak perubahan stuktur kimia otak dan factor genetik yang ditandai dengan ketidakmampuan individu dalam menilai atau tidak dapat mengenali kenyataan yang terjadi dengan beberapa gejala seperti waham, halusinasi, pembicaraan, atau tingkah laku yang kacau dan aneh 2) Skizoprenia Paranoid Skizoprenia paranoid adalah gangguan skizofrenik yang didominasi oleh waham yang mencolok atau halusinasi audiotorik dalam kontes terdapatnya fungsi tau afek yang masih relatif masih terjaga ( Setiadi, Iman, 2006 : 20 ) Skizofrenia paranoid adalah gangguan jiwa yang memiliki gejala pikiran dipengaruhi dengan waham, halusinasi penglihatan, ansietas, marah, argumentative, berpotensi melakukan perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain ( Carmen, 2007 : 119 ) Berdasarkan kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia paranoid adalah gangguan jiwa yang didominasi oleh waham yang mencolok atau halusinasi visual ( penglihatan ), ansietas, marah argumentative, berpotensi melakukan perilakukekerasan pada diri sendiri dan orang lain dalam kontes terdapatnya fungsi kognitif. b. Etiologi Menurut Yosep ( 2009 : 59 ) sampai saat ini penyebab yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia belum jelas, namun ternyata dari penelitian – penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan factor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut beberapa penelitian diantaranya adalah : factor genetic, virus, auto antibody dan malnutrisi. Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%, anak – anak 12,8% dan penduduk secara keseluruhan 0,9%. Dan studi pada orang kembar ( twin ) menyebutkan pada kembar identik 59,20% dan kembar franternal 15,2%. Penelitian lain menyebutkan pada gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul misalnya karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Meskipun ada gen ada yang abnormal skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai factor – factor lainnya yang disebut epigenetic factor yaitu virus atau infeksi lain selama kehamilan, menurunnya autoimun, komplikasi kandungan dan kekeuarangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester kehamilan. Selanjutnya bahwa orang yang sudah mempunyai factor epigenetik tersebut bila mengalami stressor psikososial dalam kehidupannya maka resikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada factor epigenetik sebelumnya. c. Tipe – Tipe Skizofrenia Menurut Setiadi Iman, ( 2006 : 20 ) ada beberapa tipe skizofrnia yang masing – masing memiliki kekhasan dalam gejala – gejala yang diperlihatkan dan tampaknya memiliki perjalanan penyakit yang berbeda – beda antara lain : 1) Skizofrenia Paranoid Skizofrenia paranoid adalah gangguan skizofernik yang didominasioleh waham yang mencolok atau halusinasi audiotorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif atau afek yang relative masih terjaga 2) Skizofrenia Disorgenizer Cirri utamanya adalah pembicaraan kacau, tingkahlaku kacau dan afek yang datar. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat berkaitan dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku ( misalnya : kurang orientasi pada tujuan ) dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari – hari. 3) Skizofrenia Katotonik Ciri utama ditandai dengan gangguan pada pisikomotor yang dapat meliputi ketidak bergerakan motorik,aktivitas motor yang berlebih, sama sekali tidak mau berbicara dan berkomunikasi, gerakan – gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain atau mengikuti tingkah laku orang lain. 4) Skizofrenia Residual Diaknosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana pernah ada paling tidak satu kali episode skizofrenia tetapi gambaran klinis saat ini tanpa simtom positif yang menonjol. Terdapat bukti bahwa gangguan masih ada sebagaimana ditandai oleh adanya negatif simtom positif yang lebih halus 5) Skizofrenia Yang Tidak Tergolongkan Sejenis skizofrenia dimana gejala gejalanya yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu. d. Tanda Dan Gejala Skizofrenia Menurut Iyus Yosep ( 2009 : 212 ) secara genetal gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala positif dan gejala negatif. 1) Gejala positif Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan tertentu kuat dan otak tidak mampu menginterprestasikan dan memproses pesan atau rangsangan datang. Klien skizofrenia mungkin mendengar atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau mengalami suatu sensasi yang tidak bisa pada tubuhnya dengan gejala yang timbul biasanya klien merasakan ada suara dari dalam dirinya kadang suara itu dirasakan menyejukan hati, member kedamaian tetapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan tindakan bunuh diri. Penyesatan pikiran ( delusi ) adalah kepercayaan yang kuat dalam mengintreprestasikan sesuatu yng kadang berlawanan dengan kenyataan. Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampumemahami hubungan antara kenyataan dan logika. Yang membuat penderita tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian dan tidak mengerti apa itu manusia dan juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir dan dimana dia berada. 2) Gejala Negatif Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal – hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang timbul membuat emosi klien menjadi datar, tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya tapi mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain tapi tidak bisa mengekpresikannya. Defresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap selalu menjadi bagian dari hidup penderita. Mereka tidak memiliki prilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan dengan orang lain dan tidak mengenal cinta sehingga mereka cendrung untuk menarik diri karena selalu merasa aman bila sendiri. e. Proses Terjadinya Skizofrenia Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia diperlukan pendekatan yang bersifat holistik, yaitu dari sudut organbiologik, psikodinamika, psikoreligius, dan psikososial. 1) Organobiologik Pada penderita Skizofrenia ditemukan perubahan – perubahan atau gangguan pada system transmisi sinyel pengantar saraf ( neurotransmitter ) dan seseptor di sel – sel otak ( Neuron ) dan interaksi zat nerukimia seperti dopmain dan serotonin yang ternyata mempengaruhi fungsi kognatif ( alam fikir ), afektif ( alam perasaan ) dan psikomotor ( prilaku ) yang tampak dalam bentuk gejala – gejala Skizofrenia. Selain perubahan – perubahan yang sifatnya neurokimiawi, ternyata ditemukan juga perubahan pada anatomi otak penderita Skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan – berubahan anatomi otak tersebut antara lain perubahan lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan dan atrofi otak kecil ( Hawari, 2007 : 11 ). 2) Psikodinamik Mekanisme terjadinya Skizofrenia pada diri seseorang dari sudaut psikodinamik dapat diterangkan dengan 2 buah teori yaitu teori homeostatik – deskriptif ( descriptive – homeostatic ) dan fasilitatif – etiologik ( etiological – facilitative ). Pada teori homeostatik – deskripsif diuraikan gambaran gejala – gejala ( deskripsi ) dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya homeostatic pada diri seseorang, sebelum dan sesuah terjadinya gangguan jiwa. Sedangkan pada teori fasilitatif – etiologik, diuraikan faktor – faktor yang memudahkan ( fasilitasi ) penyebab ( etiologi ) dari suatu penyakit, bagaimana perjalanan penyakitnya dan penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan. ( Hawari, 2007 : 22 ) 3) Psikoreligius Manusia adalah mahluk fitrah, sejak manusia lahir sudah dibekali dengan dorongan – dorongan atau nafsu. Tanpa adanya dorongan nafsu, maka manusia tidak akan tidak dapat mempertahankan diri keberadaannya. Fitrah ke – Tahun – an ini adalah istilah Fareud disebut sebagai Super – ego, dalam agama islam dapat dianalogikan dengan iman yang berfungsi sebagai pengendalian diri ( Self Control ) Manusia melaksanakan kebutuhan – kebutuhan atau dorangan – dorngan dalam bentuk perubahan, prilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlaq. Dalam konsep Freud akhlal ini disebut Ego. Akhlaq seseorang akan menjadi baik atau buruktergantung dari hasil tarik menarik anatara nafsu dan iman pada sebagian orang dapat menimbulkan konflik batin dan apabila konflik ini tidak terselesaikan maka yang bersangkutan dapat jatuh sakit. 4) Psikososial Menurut yosep, ( 2009 : 49 – 50 ) situasi dan kondisi yang tidak kondusif dapat merupakan stressor psikososial, yang mana jika seseorang tidak mampu beradaptasi atau menanggulanginya akan timbullah keluhan – keluhan kejiwaan. Secara umum stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut : a) Perkawinan Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber setres yang 25 alami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain – lain. b) Problem Orang Tua Permasalahan yang dihadapiorang tua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak, anak sakit dan hubungan tidak baik antara mertua, ipar, besan dan sebagainya. c) Hubungan Interpersonal Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekatyang mengalami konflik, konflik dengan kekasih, konflik dengan rekan kerja dan sebagainya d) Pekerjaan Kehilangan pekerjaan, pensiun, pekerjaan terlalu banyak, dan sebagainya e) Lingkungan Hidup Factor lingkungan tidak hanya dilihat dari lingkungan itu bebas polusi, sampah dan lainnya tetapi terutama kondisi lingkungan social dimana seseorang itu hidup, misalnya perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan, dan sebagainya. Rasa tidak aman dan tidak terlindung membuat jiwa seseorang terancam sehingga mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup f) Masalah Keuangan Masalah keuangan ( kondisi social ekonomi ) yang tidak sehat, misalnya pendapatan lebih rendah dari pengeluaran, terlihat hutang, kebangkrutan usaha dan sebagainya g) Hujum Keterlibatan seseorang dalam masalah hokum dapat merupakan sumber stress, misalnya tuntunan hokum, pengadilan, penjara, dan lain sebagainya. h) Perkembangan Yang dimaksud dengan perkembangan disini adalah perkembangan baik fisik dan mental seseorang i) Penyakit Fisik atau Cedera Sumber stress yang mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang antara lain penyakit ( trauma penyakit yang kronis ), jantung, kanker, kecelakaan, oprasi, aborsi dan sebagainya j) Factor Keluarga Biasanya terjadi pada anak dan remaja yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik, misalnya hubungan orang tua yang dingin atau acuh tak acuh, kedua orang tua jarang dirumah, perceraian, dan orang tua yang mendidik anaknya kurang sabar, keras dan otoriter. f. Terapi pada Pasien Gangguan Jiwa Menurut ( Kusumawati, Farida, 2010 : 128 ) tetapi dalam jiwa bukan meliputi pengobatan dengan farmakotrapi tetapi juga pemberian psikotrapi serta terapi modalis yang sesuai dengan gejala penyakit pasien yang mendukung penyembuhan pasien 1) Psikofarmaka Terapi dengan menggunakan obat – obatan disebut psikofarmatrapi ( medikasi psikoterapika ) yaitu obat yang mempunyai efek samping terapetik langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak atau system saraf pusat. Jenis – jenis psikotrapika meliputi: a) Anti psikotik 1. Jenis • Antipsikotik atipikal, contoh : clozapine ( Clozaril ), resperidone ( Resperdal ) • Antipsikotik tipikal : butirofenon ( Haloperidol/ haldol ), fenotazine ( Chlorpromazine, perphenazine ( Trilafon ) • Obat antipsikosis jenis neuroleptika : Chlorpromazine, thloridazine, haloperidol, triflouperazine 2. Indikasi • Mengatasi gejala – gejala psikotik ( waham, halusinasi, agitasi, prilaku kacau ) • Skizofernia, psikosis organik, psikotik akut, meredakan halusinasi, delusi, pikiran kacau, ansietas berat, mual, muntah dan kejang. • Memblokade dopamine pada pascasinapatik neuron di otak terutama pada system limbic dan system ekstrapiramidal Efek samping • Gejala ekstrapiramidal : otot kaku atau spasme, wajah topeng, disfagia, sakit kepala dan kejang • Takikardia, aritmia, hipertensi, dan hipotensi orthostatic • Mata : pandangan kabur, glukoma • Sering buang air kecil, retensi urine, ipotensi, amenorea • Hematologi : anemia, dan leucopenia • Kulit : rash, dermatitis, fotosensitif 3. Kontraindikasi • Gangguan kejang • Glukoma • Klien usia lanjut • Wanita hamil atau sedang menyusui b) Antiansietas hipnotik sedatif 1. Jenis • Benzodiazepine : diazepam ( Valium ), Lorazepam ( Ativan ), aprazolam ( Xanax ) • Nonbenzodiazepine : buspirob, sulpiride 2. Indikasi • Gangguan ansietas • Meredakan ansietas ketegangan karena situasi tertentu • Gejala putus zat karena alcohol • Meredakan spasme otot • Menurunkan ansietas berat agar bisa diberikan psikotrapi 3. Efek samping • Kelambatam mental, sedasi, vertigo, bingung, tremor, lelah, depresi, sakit kepala, ansietas, insomania, kejang, kaki lemas, ataksia, bicara pelo • Hipotensi orthostatistik, takikardia, perubahan EKG • Mata kabur, midriasis, telinga tinnitus • Anoreksia, mual, mulut kering, diare, konsipasi • Kulit : rash, dermatitis dan pruritus 4. Kontraindikasi • Penyakit hati dan ginjal • Pasien lansia • Glukoma • Kehamilan dan menyusui • Gangguan pernafasan sebelumnya • Psikosis • Reaksi hipersensitif c) Antimanik : Mood Stabilizer • Jenis : lithium • Indikasi : gangguan afektif tipe manic • Efek trapi : stabilitasi mood • Efek samping : Berat badan meningkat, perubahan EKG, tremor, nyeri kepala, iritasi gester. d) Antidepresan • Jenis : trisiklik ( Amitriptilin ), MAO inhibitors ( Maclobenide ), tetracylic compound ( Amoxampine, Maprotiline ), atipycal antidepressant ( Trazodone ). • Indikasi : depresi, nyeri berat dan kronis enuresis anak > 6 Tahun, gangguan obsesif kompulsif • Efek trapi : meningkatkan mood • Efek samping : mengantung gangguan fungsi social, gangguan gastrointestinal, tremor, hipotensi, mulut kering, konstipasi, retensi urine, agitasi, gelisah e) Antiparkison • Jenis : Trihexyphenidile, Benadryl, SA • Indikasi : gejala perkinson, gejala ekstrapiramidal • Kontraindikasi : gangguan jantung, hipertensi, glukoma, gastric ulces, kehamilan dan menyusui 2) Trapi Samatios Trapi somatis adalah terapi yang diberikan pada klien dengan gangguan jiwa dengantujuan mengubah prilaku yang maladaptive menjadi prilaku adaktif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik tapi target terapi adalah prilaku klien. Jenis trapi somatic antara lain adalah : a) Pengikat Pengikat adalah terapi yang menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedar fisik pada klien sendiri atau orang lain. b) ECT ( Elektro Convulsive Therapy ) Elektro Convulsive Therapy (ECT ) adalah bentuk trapi pada klien dengan menimbulkan kejang dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah ( 2-3 joule ) melalui electrode yang ditempelkan beberapa detik pada pelipis kiri dan kanan klien. c) Isolasi Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di ruangan tersendiri untuk mengendalikan prilakunya dan melindungi klien, orang lain dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. Akan tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan resiko bunuh diri, klien dengan agitasi yang disertai dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat serta prilaku yang menyimpang. d) Fototrapi Fototrapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5 – 20x lebih terang dari pada sinar ruangan dengan posisi duduk, mata terbukapada jarak 1,5 meter di depan klien diletakan lampu setinggi mata. Terapi ini bermanfaat dan menimbulkan efek positif serta 75% dapat menurunkan gejala depresi dengan efeksamping ketergantungan pada mata, sakit kepala, cepat terangsang, insomania, kelelahan, mual, mata menjadi kering serta keluar sekresi dari hidung dan sinus 3) Psikoreligis Terapi keagamaan terhadap penderita skizoprenia ternyata mempunyai manfaat. Dari hasil penelitian secara umum menunjukan bahwa komitmen agama berhubungan dengan manfaat di bidang klinik ( Religius commitment is associated whith clinical benefit ) Terapi keagamaan dimaksudkan penelitian tersebut adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdo’a, ceramah keagamaan dan lain sebagainya. Di dalam ajaran agama ( Islam ) adanya penyakit itu ditanggap sebagai satu cobaan dan ujian keimanan seseorang. Oleh karenanya orang harus bersabar dan tidak boleh putus asa berusaha untuk mengobatinya dengan senagtiasa berdo’a memohon pertolongan dan ampunan kepada Allah SWT ( Hawari, 2009 : 95 – 105 ) 4) Terapi Deprivasi Tidur Terapi ini adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan mengurangi jumlah tidur klien sebanyak 3,5 jam. Cocok diberikan pada klien dengan depresi Pada terapi diatas juga dengan dukungan dari keluarga dan social akan memberikan peningkatan penyembuhan karena pasien akan merasa berguna dalam masyarakat dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang dialaminya.

Jumat, 20 April 2012

KONSEP DASAR PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

I. PENGERTIAN A. PPGD ( Penanggulangan Penderita Gawat Darurat ) Suatu pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecatatan. Berasal dari istilah critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan emergency patient (pasien darurat). B. Penderita Gawat Darurat Penderita yang mendadak berada dalam keadaan gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. Contoh : AMI, Fraktur terbuka, trauma kepala. C. Penderita Gawat Tidak Darurat Penderita yang memerlukan pertolongan “ segera” tetapi tidak terancam jiwanya/menimbulkan kecacatan bila tidak mendapatkan pertolongan segera, misalnya kanker stadium lanjut. D. Penderita Darurat Tidak Gawat Penderita akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal. E. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Penderita yang menderita penyakit yang tidak mengancam jiwa/kecacatan, Misalnya pasien dengan DM terkontrol, flu, maag dan sebagainya. II. PENYEBAB GAWAT DARURAT A. Kecelakaan (Accident) Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik, mental, sosial) B. Cedera Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan. Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut : 1. Tempat kejadian a. kecelakaan lalu lintas, b. kecelakaan di lingkungan rumah tangga ; c. kecelakaan di lingkungan pekerjaan ; d. kecelakaan di sekolah; e. kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di arena olah raga dan lain-lain. 2. Mekanisme kejadian Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi. 3. Waktu kejadian a. Waktu perjalanan (traveling/trasport time): b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain C. Bencana Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan. Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini yaitu : 1. Susunan saraf pusat 2. Pernapasan 3. Kardiovaskuler 4. Hati 5. Ginjal 6. Pancreas Penyebab Kegagalan Organ : 1. Trauma/cedera3 2. lnfeksi 3. Keracunan (poisoning) 4. Degenerasi (failure) 5. Asfiksia 6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolit) 7. Shock 8. perdarahan akut 9. tumor / kanker Kegagalan system organ susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit), sedangkan kegagalan sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama. III. TUJUAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD) a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya. b. Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang Iebih memadai. c. Menanggulangi korban bencana. IV. PRINSIP PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT 1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat 2. Kecepatan meminta pertolongan 3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam perjalanan kerumah sakit, dan pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit. IV. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Tujuan Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi. Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi: a. Penanggulangan penderita di tempat kejadian b. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih memadai. c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita gawat darurat. d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan ICU). f. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat. V. TRIAGE Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk memperoleh prioritas tindakan. Pembagian golongan pada musibah masal/ bencana : 1. Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. 2. Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut. 3. Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mĂȘngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal. 4. Tidak gawat, tidak darurat – hijau, Kelompok pasien yang tidak luka dan tidak memerlukan intervensi medic. 5. Meninggal – hitam VI. LINGKUP PPGD 1. Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey 2. Menggunakan tahapan ABCDE A : Airway management B : Breathing management C : Circulation management D : Drug ,Defibrilator ,Disability E : EKG ,Exposure 3. Resusitasi pada kasus dengan henti napas dan henti jantung Pada kasus-kasus tanpa henti napas dan henti jantung, maka upaya penanganan harus dilakukan untuk mencegah keadaan tsb, misal pasien koma dan pasien dengan trauma inhalasi atau luka bakar grade II-III pada daerah muka dan leher. Peran & Fungsi Perawat Gadar 1. Fungsi Independen Fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (Care) 2. Fungsi Dependen Fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain 3. Fungsi Kolaboratif Kerjasama saling membantu dlm program kes. (Perawat sebagai anggota Tim Kes.) DAFTAR PUSTAKA http://home.utah.edu/~mda9899/cprpics.html

Selasa, 06 Maret 2012

Pengkajian Sistem Integumen dan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Integumen

Pengkajian Sistem Integumen dan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Integumen
Disusun oleh: Andi Mulyadi NIM : D08008 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Kota Sukabumi Jalan Karamat No. 36 Telp. 0266-210215 Sukabumi PENGKAJIAN PADA SISTEM INTEGUMEN 1. DATA DEMOGRAFI 1) usia ( aging proses) 2) suku bangsa - ras normal / abnormal tergantung suku bangsa 3) pekerjaan - paparan sinar matahari, kimia iritasi zat atau substansi yang abrasive - lingkungan yang menjadi faktor masalah kulit 2. RIWAYAT KESEHATAN 1) riwayat medis dan pembedahan a. riwayat medis baik saat ini atau sebelumnya b. riwayat pembedahan 2) riwayat keluarga riwayat pengobatan a. tentang penyakit kulit yang kronis b. anggota keluarga yang bermasalah dengan gangguan sistem integumen 3) riwayat sosial pekerjaan aktifitas sehari-hari dengan lingkungannya, reaksi dss. 4) riwayat kesehatan saat ini a. kapan pertama kali mendapat masalah kulit b. bagian tubuh mana yang pertama kali terkena c. menjadi lebih baik atau memburuk d. mempunyai kondisi yang sama sebelumnya e. apa faktor penyebabnya f. bagaimana penatalaksanaanya g. adakah masalah yang menyertai : gatal, rasa terbakar, baal, nyeri, demam, nausea, vomiting, diare, sakit tenggorokan , dingin kaku h. keadaan buruk jika tersinar matahari, pengobatan padnas atau dingin i. apa yang membuat masalah menjadi baik j. apa faktor pencetus karena makanan , sprei baru, sabun baru, kosmetik baru dan lain lain. k. Bagaimana ruam atau lesi tersebut terlihat ketika muncul untuk pertama kalinya l. Apakah terdapat rasa gatal, tebakar, kesemutan atau seperti ada yang merayap m. Apakah ada gangguan sensasi kulit n. Apakah masalah tersebut menjadi bertambah pada musim tertentu o. Apakah anda mempunyai riwayat hypever, asma atau alergi p. Apakah ada di keluarga yang mempunyai masalah kulit q. Apakah erupsi kulit muncul setelaah makan makanan tertentu r. Apakah anda mengkonsumsi alkohol s. Apakah ada hubungan antara kejadian tertentu dengan ruam kulit t. Obat- obatan apa yang anda gunakan ( krim, salep, lotion) untuk mengobati kelainan kulit tersebut yang dapat dibeli di toko obat u. Jenis kosmetik apa untuk perawatan kulit yang anda gunakan v. Apakah di lingkungna sekitar anda terdapat faktor- faktor ( tanaman, hewan jat iritan, kimia infeksi ) yang menimbulkan masalah pada kulit w. Apakah ada sesuatu mengenai kulit yang yang menimbulkan ruam. 5) riwayat diet - kaji BB, Be ntuk tubuh, makanan yang disukai 3. STATUS SOSIAL EKONOMI Latar belakang status ekonomi klen intuk mengidentifikasi faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor penyebab penyakit kulit ( berapa kjam terpapar sinar matahari, bagaimana dengan personal hygienenya. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG Jika masalah kulit sudah dapat diidentifikasi, kaji : 1. kapan klien pertama kali melihat adanya rash 2. dibagian tubuh mana rash mulai 3. apakah masalahnya dapat diatasi atau bertambah banyak jika masalah sama dengan penyakit sebelumnya , kaji ; 1. penyebab lesi kulit 2. bagaimana cara mengatasinya 3. hubungkan dengan gejala penyerta yang lain : gatal, gatal rasa terbakar, rasa bassal;, demam, nausea dan vomiting, nyerio tenggorokan , Kaku kuduk 4. identifikasi yang menbuat masalah menjadi baik atau menjadi buruk PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi dan palpasi dengan menggunakan : - penlight untuk menyinari lesi - pakaian dapat dilepaskan seluruhnya dan diselimuti dengan benar - proteksi diri sarung tangan haris dipakai ketika melakukan pemeriksaan kulit Tampilan umum kulit karakteristik kulit normal diantaranya: 1. warna warna kulit normal bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain dari berkisar warna gading atau coklat gelap, kulit bagian tubuh yang terbuka khususnya di kawasan yang beriklim panas dan banyak cahaya matahari cenderung lebih berpigmen efek vasodilatasi yang ditimbulkan oleh demam sengatan matahari dan inflamasi akan menimbulkan bercak kemerahan pada kulit, pucat merupakan keadaan atau tidak adanya atau berkurangnya toonus serta vaskularissi yang normal dan paling jelas terlihat pada konjungtiva. Warna kebiruan pada sianosis menunjukan hipoksia seluler dan mudah terlihat pada ekstremitas , dasar ,kuku bibir serta membran mukosa. Ikterus adalah keadaan kulit yang menguning , berhubungan langsung dengan kenaikan bilirubin serum dan sering kali terlihat pada sklera serta membran mukosa. 2. Tekstur kulit Tekstur kulit normalnya lembut dan kencang, pajanan matahari, proses penuaan dan peroko berat akan membuat kulit sedikit lembut. Niormalnya kulit adalah elastis dan akan lebih cepat kembali turgor kulit baik 3. Suhu Suhu kulit normalnya hangat , walaupun pada beberapa kondisi pada bagian ferifer seperti tangan dan telapak kaki akan teraba dingin akibat vasokontriksi 4. Kelembaban Secara normal kulit akan teraba kering saat disentuh. Pada suatu kondisi saat ada peningkatan aktifitas dan pada peningkatan kecemasan kelembaban akan meningkat 5.Bau busuk Kulit normal bebas dari bau yang tidak mengenakan. Bau yang tajam secara normal akan ditemukan pada peningkatan produksi keringat pada area aksila dan lipat paha 6. EFLORENSI Eflorensi adalah pengkajian kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan bila perlu di periksa dengan perabaan ada 2 macam pengkajian efrolensi 1. eflorensi primer adalah kelainan kulit yang terjadi pada permulaan penyakit diantaranya : - makula : warna kulit tegas, ukuran bentuk bervariasi, tanpa disertai peninggian atau cekungan diameter 2. eflorensi sekunder adalah kelainan kulit yang terjadi selama perjalanan penyakit PROSEDUR DIAGNOSTIK PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN 1.Biops Kulit. Mendapatkan jaringan untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan cara eksisi dengan scalpel atau alat penusuk khusus ( skin punch) dengan mengambil bagian tengah jaringan. Indikasi Pada nodul yang asal nya tidak jelas untuk mencegah malignitas. Dengan warna dan bentuk yang tidak lazim. Pembentukan lepuh. 2. Patch Test Untuk mrngenali substansi yang menimbulkan alergi pada pasien dibawah plester khusus ( exclusive putches ). indikasi - Dermatitis, gejalak kemerahan, tonjolan halus, gatal- gatal. Reaksi + lemah. - Blister yang halus, papula dan gatal –gatal yang hebat reaksi + sedang. - Blister/bullae, nyeri, ulserasi reaksi + kuat. Penjelasan pada pasien sebelum dan sesudah pelksanaan patch test : - Jangan menggunakan obat jenis kortison selam satu minggu sebelum tgl pelaksanaan. - Sample masing – masing bahan tes dalam jumlah yang sedikit dibubuhkan pada plester berbentuk cakaram kemudian ditempel pada punggung,dengan jumlah ynag bervariasi.( 20 – 30 buah.). - Pertahankan agar daerah punggung tetap kering pada saat plester masih menempel. - Prosedur dilaksanakan dalam waktu 30 menit. - 2- 3 hari setelah tes plester dilepas kemudian lokasi dievaluasi. 3. Pengerokan Kulit Sampel kulit dikerok dari lokasi lesi, jamur, yang dicurigai.dengan menggunakan skatpel yang sudah dibasahi dengan minyak sehingga jaringan yang dikerok menempel pada mata pisau hasil kerokan dipindahkan ke slide kaca ditutup dengan kaca objek dan dipriksa dengan mikroskop. 4. Pemeriksaan Cahaya Wood ( Light Wood) Menggunakan cahaya UV gelombang panjang yang disebut black light yang akan menghasilakan cahaya berpedar berwarna ungu gelap yang khas.cahaya akan terlihat jelas pada ruangan yang gelap, digunakan untuk memebedakan lesi epidermis dengan dermis dan hipopigmentasi dengan hiperpigmentasi. 5. Apus Tzanck Untuk memeriksa sel – sel kulit yang mengalami pelepuhan. Indikasi - Herpes zoster,varisella, herpes simplek dan semua bentuk pemfigus. - Secret dari lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca diwarnai dan periksa. ASUHAN KEPERAWATAN.PADA KLIEN DENGAN DERMATITIS ALERGIK 1. Pengkajian Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis. Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah : 1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa. 2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak. 3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak. 4.Rasa gatal 5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif. B. Diagnosis Keperawatan Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut : 1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit 2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen 3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus 4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus 5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus. Intervensi Keperawatan 1. Diagnosa I : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit Tujuan :Kulit klien dapat kembali normal. Kriteria hasil : Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak. Intervensi: 1. Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. . 2. Gunakan air hangat 3.Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. 4. Hindari mandi busa. 5.Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari. 2. Diagnosa II: Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen Tujuan :Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien Kriteria hasil :Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen Intervensi 1. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. 2. Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen 3. Hindari binatang peliharaan. 4.Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan. 3. Diagnosa III: Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus. Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi Kriteria hasil : Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman Intervensi 1. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk. 2. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. 3. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal. 4. Diagnosa VI: Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus. Tujuan : Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus. Kriteria Hasil :1.Mencapai tidur yang nyenyak. 2.Melaporkan gatal mereda. 3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat. 4.Menghindari konsumsi kafein. 5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur. 6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan. Intervensi : 1. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik. 2. Menjaga agar kulit selalu lembab. 3. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur. 4. Melaksanakan gerak badan secara teratur. 5. Diagnosa V: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus. Tujuan :Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai Kriteria Hasil : 1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri. 2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri. 3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi. 4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri. 5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat. 6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi. 7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan Intervensi : 1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri). 2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan. 3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan. 4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.. 5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan. 6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain. D.Evaluasi Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang : 1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit. 2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi. 3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program. 4.Menggunakan obat topikal dengan tepat. 5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit. DAFTAR PUSTAKA Muttaqin Arif.2010.Pengkajian Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika http://devilsavehuman.blogspot.com/2009/03/askep-klien-dermatitis-alergi.html http://www.dokterumum.net/arsip/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-gangguan-dermatitis-com.html

Minggu, 29 Januari 2012

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK (SNH)





DI SUSUN OLEH:
NAMA :ANDI MULYADI
NIM :32722001D08008
PRODI : DIII KEPERAWATAN


LAPORAN PENDAHULUAN
1) PENGERTIAN
a. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh terhentinya suplai darah kebagian otak ( Brunner dan Sudart )
b. Sroke Non Hemorajik adalah sindroma klenis yang awalnya timbul mendatar, progresi cepat berupa depisit neurologis fokal / global yang berlangsung 24 jam/ lebih atau langsung menimbulkan kematian yang di sebabkan oleh/ gangguan peredaran darah otak non staumatik ( arif masjoer, 2ooo hal 7)
c. Store non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan thrombosis selebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi pendarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul indema sekunder ( arif mutaqin 2008 hal 130 )

2) Etiologi
Stroke Non Hemorajik dapat di klasfikasikan menjadi 2 bagian di tinjau dari penyebabnya Yaitu:
a. Stroke embolik adalah bekuan atau gumpalan darah yang terbawa aliran darah bagian lain tubuh ke dalam otak sumber embolik selebral yang paling sering adalah jantung dan arteri karotis riwayat penyakit demam reumatik, fibrirasi atrium ( tersering) infrark miokardium dan kelainan katup jantung biasanya rentan t erkena stroke embolik khususnya bila mereka mengalami kelainan irama jantung ( arit Mia) (Thomas DJ 1996)
b. Sroke trombotik
Trombotik selebral dapat menjadi akibat proses penyempitan ( arterioskleosis).
Pembuluh nadi otak dengan derajat yang sedang / berat dan adanya perlambatan sirkulasi selebral keadaan ini sangat berhubungan erat dengan usia, tetapi dapat pula di timbulkan oleh tekanan darah tinggi dan resiko lainnya seperti diabetes beserta kadar lemak termasuk kolesterol yang tinggi dalam darah.

3) Patofisiologi

Trombus dan Embuli
( arterosklerosis, arteritis keadaan hiperkoogulasi dan penyakit jantung siruktara )



Pembentukan plak ateros di pembuluh darah darah




Penyempitan / stenosis pembuluh darah ( pangkal arteria karotis interna) atau yang lebih jarang diarteria serebri media dan arterior




Darah terdorong melalui system vaskuler oleh gradien tekanan

Aliran darah yang lebih cepat melalui lumen yang lebih kecil menurunkan gradien ditempat kontriksi akibat pembuluh yang menjepit.




Stenosis mencapai tingkat penyumbatan




Penurunan tajam kecepatan aliran darah



Iskemia otak



Stroke iskemik (non – hemoragik)
(sumber price dan Wilson (2005) )




4) Manifestasi klinis
a. Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri ( amalirosis fulgat )
b. Kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik adanya hemiplegia, hemi paresis, meningkat/ menurunkan reflek tendo
c. Gang bahasa : disatria ( kesulitan bicara ), disflagia ( kehilangan berbicara )
d. Gang visual ( unilaterial)bilaterial ): humomimushesmianupsia ( kehilangan lapang pandang )
e. Gang sensorik dan motorik dari wajah saja dan anggota gerak secara unilateral
f. Reflek patologik ( tanda babenski bilaterial )
g. Mendadak tidak stabil / ataksia
h. Rasa buat diwajah, mulut dan inkotinensia urine
i. Dimensia, gangguan daya ingat

5) Penatalaksanaan
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema selebral yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infasien serebral antikoogulasi dapat diresepkan untuk mencegah pemberatanya trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi

6) Asuhan Keperawatan
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : kesulitan dalam beraktifitas : kelemahan, paradysis, mudah lelah, kesulitan istirahat
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat penyakit jantung
c. Intergritas Ego : ( perasaan tidak menentu ) gelisah
d. Eliminasi inkontinensia, anasia, disteria, abdomen, tidak ada suara usus )
e. Makan dan minum pola nutrisi, 9 nyeri / kenyamanan, keamanan, h. Respirasi
J. interaksi sosial

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Perubahan perfusi jaringan selebral b.d terputusnya aliran darah gang oklusif, hemoragi vasosvasme darah selebral, edema selebral
2) Kerusakan mobilisasi fisik b.d keterlibatan neuromuskuler kelemahan parestesia flaksid/ falisis hipotonik, paralisys spatis, kerusakan reseptual / kognitif
3) Kerusakan komunikasi verbal atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi serebral kerusakan neuromuskular, kelemahan umum

INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 :
a. catat stasus neurologi sesering mungkin dan dibandinkan
dengan keadaan normalnya
b. tentukan factor-faktor yang b.d keadaan / penyebab khusus selama koma / penurunan perfusi
c. pantau TTV
e. pertahankan fitrah baring dan ciptaan yang lingkungan tenang

Dx 2 :
a. Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal dengan cara teratur
b. Mulailah melakukan gerakan pasif dan aktif
c. Tinggikan kepala dan tangan
d. Observasi jika ada edema sianosis dan tanda sirkulasi

Dx3 :
a. Kaji tipe atau derajat disfungsi
b. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan pemberian umpan balik
c. Minta pasien menuliskan nama / kalimat yg pendek
d. Meminta bujukkan objek dan sebutkan benda

Senin, 16 Mei 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. Y DENGAN DERMATITIS DI POLI KULIT

LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP KLIEN Dermatitis Alergi
A.Definisi
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.

B.Etiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya
yaitu:
1.Asam, misalnya asam maleat.
2.Aldehida, misalnya formaldehida.
3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.
4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.
5.Ester, misalnya Benzokain
6.Eter, misalnya benzil eter
7.Epoksida, misalnya epoksi resin
8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.

C.Patofisiologi
1.Patogenesis
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a.Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
b.Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

2.Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari sel Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang
sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.

3.Gambaran Histopatologis
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.

D.Manifestasi Klinik
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.
1.Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.
2.Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.
3.Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.

Dermatitis Kontak Alergi
Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.


(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)

Dermatitis Kontak Alergi
Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.
1.Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.

(Dermatitis kontak alergi karena nikel pada jam tangan)

2.Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.
3.Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
4.Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.
5.Leher dan Kepala
Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan pengeriting rambut.
6.Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik dan deterjen.
7.Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen yang berada di tangan.
8.Paha dan tungkai bawah
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.

E.Pemeriksaan Penunjang
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu :
1.Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2.Tes Tempel Tertutup
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.
3.Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu.
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

F.Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
c.Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1)Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2)Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3)Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5)Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
d.Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

G.Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak alergik terhadap bahan-bahan kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat tertentu dan tidak terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang milik pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari.

H.Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:
Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih.
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.



















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.

B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C.Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
Intervensi
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.

Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas

Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan
Intervensi :
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang program terapi
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali

D.Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.







BAB IV
PENUTUP

A.Simpulan
Tolong disambung yang seiprit inilah

B.Saran
Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit,
Ne tambahi jua lah...seikit ja...

Imbahtu itihi halaman berapa daftar pustakanya....nyar diandaki di daftar isi....di daftar isi tu balum benomor halaman daftar pustakanya...pehem ja loo??





DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200
Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC 2002




A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Klien
Nama : Tn. Y
Umur : 75 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Pendidikan : SR
Pekerjaan : Satpam
Alamat : Nyomplong RT 02/08 Kota Sukabumi
DX Medis : Dermatitis
No. RM : 750055
Tgl. Dikaji Mahasiswa : 07 September 2004

2) Penanggung Jawab
Nama Ayah : -
Umur : -
Pekerjaan : -
Hub dengan klien : -
Alamat : -

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh gatal pada tubuhnya.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien merasa gatal pada daerah tengkuk, leher, dada, punggung, tangan dan kaki, selangkangan paha, dan pantat. Rasa gatal oleh klien dirasakan sering dan lama dan waktunya tidak menentu, namun rasa gatal akan berkurang apabila setelah meminum obat. Apabila klien merasa gatal, klien sering menggaruknya.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien belum pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya. Pada awalnya klien hanya merasa gatal biasa saja pada tubuhnya, setelah diperiksakan ke Puskesmas terdekat dan diberikan pengobatan, penyakit gatalnya tidak sembuh dan gatalnya semakin menyebar ke seluruh tubuh.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut penuturan klien, dikeluarganya ada yang mempunyai penyakit kulit serupa seperti klien yaitu istrinya.


3. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
Klien makan 3x perhari dan menghabiskan 1 piring nasi kien makan dengan tahu tempe, lauk pauk, tak ada pantang makanan dan tidak mempunyai alergi terhadap makanan dan obat-obatan tertentu.
Klien minum 5-6 gelas / hari menyukai air putih dan teh.
b. Pola Aktivitas
Klien setiap hari bekerja dari pukul 07.00 s.d 13.00. setelah tidur siang klien beristirahat dengan mendengarkan radio atau menonton televisi bersama istrinya. Klien suka berolah raga 1x setiap minggu.
c. Pola Personal Hygiene
Klien mandi 2x sehari pada saat pagi dan sore hari dan kadang-kadang hanya satu kali jika persediaan airnya habis. Ketika mandi, klien menggunakan sabun dan air hangat. Klien mencuci rambutnya 2x seminggu dan menggosok gigi 2x sehari serta menggunting kuku 1x seminggu.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Klien biasa tidur malam pukul 21.00 tapi kadang-kadang lebih awal, bangun pagi pukul 5.00, klien kadang-kadang tidur siang kalau cape sekitar jam 14.00 sampai jam 16.00. apabila obat klien habis, klien merasakan gatal dan merasa terganggu aktivitasnya baik pada saat bekerja ataupun istirahat di rumah.
e. Pola Eliminasi
Klien BAB 1 hari sekali atau 2 hari sekali dan 4-5 x perhari warna kuning urine kuning jernih baunya khas. klien tidak ada keluhan selama BAB atau BAK.

4. Pemeriksaan persistem
a. System Penglihatan : posisi mata klien simetris kelopak mata normal, konjungtiva merah muda, pupil isokor, otot mata tidak ada kelainan, pergerakan bola mata tidak terganggu. Fungsi penglihatan tidak terganggu, tidak ada tanda radang, klien menggunakan kaca mata.
b. System Pendengaran : daun telinga lengkap dan simetris, cairan teling tidak ada, tinitus tidak ada, fungsi pendengaran tidak terganggu.
c. System Wicara : klien tidak mengalami gangguan wicara
d. System Pernafasan : bentuk hidung simetris dan bersih tidak tampak secret, pada jalan nafas klien tidak terdapat sputum, nafas 22x/menit irama teratur.
e. System Cardiovascular :
- Sirkulasi perifer : nadi : 96x/menit, temperature kulit hangat, warna kulit cokelat, capillary refill ± 1 detik, tidak terdapat oedema.
- Sirkulasi jantung : -
f. System Saraf : tingkat kesadaran compos mentis, peningkatan Tekanan intra cranial tidak ada.
g. System Pencernaan : caries gigi tidak ada, tidak menggunankan gigi palsu, stomatitis tidak ada, lidah tampak bersih dan berwana merah muda, tidak terdapat nyeri tekan/lepas pada abdomen
h. System Endokrin : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid.
i. System Urogenitalis : tidak terdapat keluhan/gangguan.
j. System Musculoskeletal : kesulitan dalam pergerakan tidak ada, tidak terdapat keluhan nyeri tekan/lepas, fraktur tidak ada, tidak terdapat kelainan bentuk tulang dan sendi.
k. System Integument : turgor kulit normal, warna kulit cokelat, tekstur rambut baik/tidak rontok, distribusi rambut merata. Pada region leher dan tengkuk terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi, pada abdomen dan punggung tampak ekskoriasi, pada ekstremitas atas dan bawah tampak ekskoriasi, pada daerah lipatan paha dan pantat terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi.

5. Data Psikologis
a. Status Emosi : klien tampak sabar dan tenang dalam mengungkapkan perasaannya.
b. Konsep Diri :
- body image
klien mengatakan menyukai tubuhnya dan merasa tidak malu meskipun terdapat ekskoriasi dan hiperpigmentasi.
- ideal diri
klien mengatakan ingin segera penyakit gatalnya sembuh dan bisa dengan tenang menjalankan pekerjaan dan aktivitasnya mengelola rumah tangga
- identitas diri
klien merasa masih sebagai seorang laki-laki dan seorang suami bagi istrinya.
- harga diri
klien bangga menjadi ayah dari lima orang anak dan merasa tetap diperhatikan oleh keluarga dan lingkungannya meskipun klien mengalami penyakit ini. Klien tidak merasa harga dirinya menurun akibat penyakit ini.
- peran diri
peran dirinya sebagai ayah, sebagai kepala keluarga, dan sebagai seorang suami masih tetap bisa klien jalankan.
c. Gaya Komunikasi : Klien berbicara dengan jelas, relevan dan menggunakan bahasa campuran Indonesia-sunda. Klien mampu berkomunikasi dengan orang disekitarnya.
d. Interaksi : Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan orang-orang yang berada di sekitarnya.
e. Koping : Untuk mengurangi keluhan gatalnya klien menggaruk kulitnya, disamping klien meminum obat resep dan mengoleskan salep dari dokter, klien juga selalu berdo’a dan berusaha untuk sabar dan tawakal.

6. Data Sosial
a. pendidikan dan pekerjaan : pendidikan terakhir klien adalah SR. klien sehari-hari bekerja sebagai security di sebuah POM bensin.
b. hubungan social : klien tinggal bersama istrinya dan mempunyai hubungan social yang baik dengan tetangga di sekitar lingkungan rumahnya.
c. factor sosiokultural : klien hidup di lingkungan yang berkebudayaan sunda.
d. gaya hidup : klien berpenampilan sederhana, klien mempunyai kebiasaan merokok, tapi klien tidak mempunyai kebiasaan meminum kopi apalagi minum minuman keras. Dalam hal pakaian, klien berganti pakaian satu kali sehari dan handuknya satu untuk berdua dengan istrinya. Dan klien tidur seranjang dengan istrinya.

7. Data Spiritual
Klien beragama islam, percaya pada adanya kekuasaan dan keberadaan Allah SWT, klien selalu berdo’a untuk kesembuhannya da menganggap bahwa penyakit ini adalah ujiaan baginya.

8. Data Penunjang
-

9. Pengobatan
- TS 2 %
- Bio Alergi tab 2x1
- Gama Benzen 3 x 1 Salep


10. Data Fokus
Data fokus yang didapatkan dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 07 September 2004 adalah :
a. Data subjektif
- klien mengeluh sangat gatal pada seluruh tubuhnya
- Klien mengeluh merasa terganggu aktivitasnya baik pada saat bekerja ataupun istirahat di rumah.
- klien mengatakan bila gatal selalu digaruk menggunakan tangannya
- klien mengatakan handuknya satu untuk berdua dengan istrinya
b. Data objektif
- Pada region leher dan tengkuk terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi, pada abdomen dan punggung tampak ekskoriasi, pada ekstremitas atas dan bawah tampak ekskoriasi, pada daerah lipatan paha dan pantat terdapat hiperpigmentasi dan ekskoriasi.
- Klien tampak menggaruk kulitnya.











11. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1











2 DS : klien mengeluh sangat gatal pada seluruh tubuhnya
DO : Klien mengeluh merasa terganggu aktivitasnya baik pada saat bekerja ataupun istirahat di rumah




DS :
-klien mengatakan bila gatal selalu digaruk menggunakan tangannya
-klien mengatakan handuknya satu untuk berdua dengan istrinya.
DO : Klien tampak menggaruk kulitnya.
Invasi bakteri/fungus pada kulit



pruritus



Gangguan rasa nyaman gatal


Kontak langsung/tidak langsung dengan penderita



kurangnya sumber informasi mengenai penyakit, pengobatan dan pencegahannya



resiko tingi penyebaran infeksi Gangguan rasa nyaman











Resiko tinggi penyebaran infeksi










12. Diagnosa Keperawatan Menurut Prioritas
a. Gangguan rasa nyaman b.d pruritus
b. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d kurangnya sumber informasi mengenai penyakit, pengobatan dan pencegahannya











B. Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan
NO
DP PERENCANAAN
Implementasi
Evaluasi Nama & paraf
Tujuan Intervensi Rasionalisasi Perawat
1
















2 1
















2 Tupan:
Gangguan rasa nyaman akibat gatal teratasi
Tupen :
Setelah diberikan informasi selama ± 15 menit gangguan rasa nyaman gatal berkurang dengan kriteria :
- klien mengerti dan paham serta dapat melakukan perawatan mandiri di rumah untuk mengurangi dan menghilangkan rasa gatal.

Tupan :
Resiko penyebaran infeksi teratasi
Tupen :
Setelah diberikan
informasi ± 15 menit, klien mendapatkan informasi yang adequat mengenai penyakit, pengobatan serta perawatannya dengan criteria :
- klien mengerti dan paham serta dapat melakukan perawatan mandiri di rumah untuk mencegah resiko penyebaran infeksi
- klien dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat.

1. Anjurkan untuk menggunakan bedak / salep apabila gatal.
2. Kolaborasi pemberian medikasi antihistamin (oral/topical)
3. Tekankan kepada klien untuk mematuhi jadwal minum obat dan control berkala ke tempat pelayanan kesehatan.






1. Informasikan kepada klien dan keluarga bahwa penyakit ini menular baik secara kontak langsung maupun kontak secara tidak langsung
2. Informasikan kepada klien dan keluarga agar selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan
3. Ingatkan kepada klien dan keluarga agar tidak menggaruk-garuk atau memecahkan lesi.
4. Informasikan agar peralatan keseharian klien seperti peralatan mandi, tempat tidur, lemari pakaian dipisahkan khusus untuk klien.
5. Informasikan segera apabila ada anggota keluarga yang tertular dan periksakan ke tempat pelayanan kesehatan terdekat
6. Anjurkan agar mencuci pakaian klien direndam dengan air panas dan alat-alat tidur dijemur. 1. Mengurangi gatal dan menambah kenyamanan

2. Golongan obat antihistamin sangat efektif bekerja simptomatik mereduksi pruritus
3. Keefektifan program terapi adequate sehingga proses perjalanan penyakit dapat dipantau dengan baik dan tepat.








1. Meminimalkan resiko penyebaran penyakit serta meningkatkan kewaspadaan anggota keluarga lainnya.



2. Hygiene buruk menjadi faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.


3. Garukan dapat menyebabkan eritema dan iritasi pada kulit sehingga meningkatkan resiko infeksi menyebar.

4. Untuk mencegah resiko penularan kepada anggota keluarga yang lain.




5. Untuk menghindari penularan lebih lanjut



6. mencegah dan meminimalkan resiko penyebaran infeksi melalui alat-alat yang berhubungan langsung dengan klien. O7 Sept’04
Jam 08.30
1. Menganjurkan kepada klien apabila gatal untuk memakai salep/bedak yang telah diresepkan
3. Memberikan penekanan kepada klien akan pentingnya mematuhi jadwal minum obat dan control berkala.







O7 Sept’04
Jam 08.45
1. Menginformasikan kepada klien dan kelaurga bahwa penyakit ini dapat menular baik secar kontak langsung maupun secara tidak langsung.
2. Menginformasikan kepada klien dan keluarga untuk meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan
3. Mengingatkan klien dan keluarga untuk tidak menggaruk kulit ketika gatal.
4. Menginformasikan supaya peralatan keseharian yang berhubungan langsung dengan klien (ex. Peralatan mandi, tempat tidur, lemari pakaian untuk dipisahkan dengan peralatan anggota keluarga lainnya.
5. Menginformasikan kepada klien dan keluarga untuk segera membawa anggota keluarga yang tertular ke tempat pelayanan kesehatan terdekat.
6. Menganjurkan kepada klien untuk mencuci pakaiannya dengan cara direndam dengan air panas dan alat-alat tidur dijemur O7 Sept’04
Jam 09.05
S :
 klien masih merasa gatal
 klien mengatakan mengerti dan paham dengan penjelasan yang telah diberikan
O : klien tampak tidak menggaruk kulitnya
A : gangguan rasa nyaman gatal teratasi sebagian.
P : intervensi dilanjutkan



O7 Sept’04
Jam 09.10
S :
klien mengatakan mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.
O :
klien dapat menjawab pertanyaan perawat
yang telah diberikan.
A : Resiko tinggi penyebaran infeksi teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan